10 Mitos di Tempat Kerja yang Menghambat Kualitas Pekerja Indonesia
Mengapa kualitas para pekerja Indonesia masih kalah bersaing dengan pekerja di negara lain? Mengapa produktivitas pekerja Indonesia masih kurang dibandingkan pekerja negara lain? Ini tidak lepas karena adanya mitos-mitos dan kepercayaan yang berlaku di tempat kerja di Indonesia. Mitos ini diyakini, bahkan dijalankan sebagai sebuah "budaya". Alhasil, kualitas dan produktivitas pekerja Indonesia tidak mampu bicara banyak jika dibandingkan oleh pekerja negara lain.
Mitos apa saja yang menghambat kualitas dan produktivitas kerja para pekerja Indonesia? Berikut ini adalah 10 Mitos yang masih "diyakini" dan "dijalankan" oleh para pekerja Indonesia. Jika ingin berkembang, ubahlah pola pikir Anda dan jangan lakukan mitos-mitos berikut ini ....
Setahu saya, tidak
ada Peraturan Perusahaan manapun (terutama UU Ketenagakerjaan No. 13 /2013)
yang mengisyaratkan kewajiban perusahaan untuk memberikan fasilitas terbaik dan
(selalu) terbaru kepada staf yang baru diterima kerja. Kalau pun Perusahaan
memberikan fasilitas yang diminta staf, itu hanya merupakan bentuk apresiasi,
di mana perusahaan menghendaki kinerja staf tersebut bisa sesuai dengan
fasilitas yang disediakan.
Namun ada juga
perusahaan yang dengan “sengaja” tidak menyediakan fasilitas terbaik dan
terbaru untuk staf baru, namun memberikan fasilitas bekas (bahkan terkadang
jadul). Tujuannya sederhana : Hanya ingin melihat kreativitas dan dedikasi
karyawan itu saja, apakah dengan fasilitas seadanya, dia bisa bekerja optimal
sesuai dengan apa yang dikatakannya saat Wawancara Penerimaan Karyawan. Jika
karyawan tersebut protes, maka itu menunjukkan dia bukanlah karyawan yang
kompeten, kreatif, serta berdedikasi tinggi.
Mitos apa saja yang menghambat kualitas dan produktivitas kerja para pekerja Indonesia? Berikut ini adalah 10 Mitos yang masih "diyakini" dan "dijalankan" oleh para pekerja Indonesia. Jika ingin berkembang, ubahlah pola pikir Anda dan jangan lakukan mitos-mitos berikut ini ....
1. MITOS : Kalau saya menitipkan Surat Lamaran
Kerja saya pada teman yang kerja di sebuah perusahaan, saya pasti diterima
bekerja di perusahaan tersebut.
FAKTA : Di era Orde Baru, ketika KKN (Korupsi-Kolusi-Nepotisme)
masih menjadi hal umum, titip-menitip Lamaran Kerja ke rekan yang bekerja di
sebuah perusahaan sudah menjadi hal jamak. Bahkan jika yang dititipin lamaran
adalah orang yang punya jabatan di perusahaan tersebut, yang menitipkan Lamaran
Kerja itu pasti keterima di tempat kerja tersebut.
Namun di era sekarang, sepertinya
banyak perusahaan yang sudah mulai memberlakukan aturan ketat dalam penerimaan
karyawan. Hal ini mereka lakukan karena
kondisi persaingan usaha yang semakin ketat, menuntut perusahaan untuk
mempekerjakan karyawan yang benar-benar handal dan memiliki kemampuan yang
mumpuni agar dapat menghadapi persaingan global. Jadi meski pun Anda kenal
orang yang punya jabatan tinggi di sebuah perusahaan dan menitipkan lamaran
padanya, tapi jika Anda tidak punya kemampuan minimal yang diharapkan
perusahaan tersebut, jangan harap bisa diterima bekerja di sana.
2.
MITOS
: Kalau saya lembur setiap hari, pasti Atasan akan menganggap saya Karyawan
Teladan, sehingga gaji dan jabatan saya bisa naik dengan cepat.
FAKTA : Fakta ini mengacu pada semangat
kerja orang Jepang di mana perusahaan Jepang menuntut karyawannya untuk
memberikan dedikasi total mereka kepada perusahaan. Salah satu dedikasi yang
dituntut adalah bekerja hingga larut malam. Hal ini menginspirasi banyak
perusahaan Indonesia untuk “latah” menerapkan sistem tersebut. Masalahnya,
hanya karena ingin kelihatan “berdedikasi”, banyak karyawan lembur tidak
efektif dengan pulang malam tapi tidak mengerjakan apa-apa di kantor (hanya
main ponsel, main game, atau hanya ngetik-ngetik tidak jelas di mejanya).
Di masa kini,
konsep kerja demikian sudah tidak diterapkan lagi, terutama oleh perusahaan
multi-internasional dan profesional. Perusahaan tersebut justru mendorong para
karyawan untuk punya kehidupan pribadi, bersosialisasi dengan orang lain, dan
membina rumah tangga. Dengan demikian, karyawan mendapatkan keseimbangan dalam
bekerja dan kehidupan pribadi, sehingga membuat mereka bisa lebih produktif dan
bersemangat bekerja.
Jadi jika
saat ini ada karyawan yang sering lembur, Perusahaan tidak akan menganggapnya
loyal kepada perusahaan, tapi justru dianggap tidak efektif bekerja dan tidak
mampu mengatur pekerjaannya dengan baik. Jika sang karyawan tidak berubah, maka
jangan heran jika dia akan diganti karyawan lain yang dapat bekerja lebih cepat
dan efektif.
3. MITOS
: Gaji dan jabatan berjalan lurus dengan lama kerja saya di sebuah perusahaan.
FAKTA : Ini adalah konsep berpikir perusahaan Jepang di masa lalu
yang mengedepankan senioritas. Jadi jika orang yang sudah bekerja
bertahun-tahun, akan dianggap loyal, sehingga gaji dan jabatannya akan terus
naik seiring dengan lamanya dia bekerja, meski orang tersebut mungkin tidak
punya potensi menjadi Pimpinan.
Di masa kini, konsep demikian
sudah tidak berlaku, khususnya bagi perusahaan internasional. Mengapa? Karena
untuk memenangkan persaingan di Pasar Global, perusahaan menghendaki semua lini
perusahaan ditempati oleh orang-orang berkompeten dan handal. Jadi tidak
perduli apakah Anda sudah bekerja setahun, lima tahun, atau dua puluh tahun
sekali pun, jika tidak punya kompetensi, jangan harap Anda bisa menduduki
Jabatan Penting di perusahaan Anda.
Biasanya dalam menempatkan
seseorang di sebuah Posisi, terutama posisi krusial di sebuah perusahaan,
Direksi memberlakukan seleksi kompentensi yang terdiri dari serangkaian tes,
wawancara, dan presentasi. Tes yang bisa berlangsung satu hingga tiga bulan ini
akan menentukan kemampuan seseorang untuk bisa menduduki sebuah jabatan
tertentu. Jadi jika Anda masih berpikir bisa menjadi Presiden Direktur lantaran
sudah bekerja puluhan tahun di perusahaan, mungkin Anda perlu menampar muka
sendiri dan bangun dari mimpi.
4. MITOS
: Jika saya berpindah-pindah terus dari satu perusahaan ke perusahaan lain,
maka referensi Pengalaman Kerja saya akan panjang dan meyakinkan, sehingga saya
dapat dengan cepat menduduki Jabatan Tinggi di perusahaan.
FAKTA : Banyak Fresh Graduade
yang menggunakan cara demikian untuk
mendongkrak karirnya agar bisa cepat menduduki Jabatan Tinggi dan Penting di
perusahaan. Dalam pikiran mereka, semakin panjang referensi Pengalaman Kerja, semakin meyakinkan pula
kualitas mereka, yang dapat membuat karir mereka melesat dengan cepat.
Tanpa mereka sadari, cara
demikian justru menjadi batu sandungan untuk karir mereka. Sering berpindah
dari satu perusahaan ke perusahaan lain malah memunculkan persepsi buruk
tentang kualitas kerja mereka. Perusahaan akan menilai orang ini hanya “bajing
loncat” yang hobi berpindah-pindah kerja demi mendapatkan gaji tinggi dengan
cara instan. Tidak punya etos kerja yang baik. Tidak punya loyalitas dan etika
kerja yang baik. Dan orang seperti ini akan menjadi “duri dalam daging”, karena
perusahaan sulit memberikan kepercayaan lebih padanya (yalah... Bayangkan kalau
dengan “hobinya” yang berpindah-pindah, saat dia dipercaya memegang informasi
krusial perusahaan , tau-tau kabur dan pindah ke perusahaan pesaing, apa ga
pusing tuh?).
5. MITOS
: Jika saya punya Jabatan Penting di perusahaan, saya harus kelihatan berwibawa
dengan cara marah-marah dan memaki-maki karyawan yang berbuat salah.
FAKTA : Ide demikian sebenarnya berasal dari pikiran masyarakat
yang di masa lalu pernah dijajah bangsa lain. Di masa itu, para penjajah memperlakukan
bangsa yang dijajahnya seperti budak. Jadi saat budak tersebut melakukan
kesalahan, langsung dimaki bahkan dihukum berat.
Di masa kini, konsep dan cara
berpikir “Tuan Tanah” telah menjadi budaya masyarakat yang negaranya pernah
ditindas para penjajah. Salah satunya masyarakat Indonesia. Hingga hari ini,
kita masih jamak melihat banyak orang yang punya jabatan di perusahaan (entah
Supervisor, Manager, General Manager, PresDir, dan lain-lain) yang melakukan tindakan kekerasan – baik
verbal, maupun fisik – pada para karyawan.
Cara demikian tentu sudah tidak
bisa lagi diterapkan, mengingat sudah ada banyak Undang-Undang Pidana yang
mencegah orang melakukan hal tersebut. Jadi jika Anda marah-marah kepada staf
Anda, bisa saja mereka mengadukan Anda ke pihak berwajib dan dijerat
pasal-pasal Undang-Undang Pidana (salah satiunya : Bab XVIII Tentang Kejahatan Terhadap
Kemerdekaan Orang Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
Jadi jika ingin sok-sokan berwibawa
dengan cara memaki-maki bawahan Anda ,siap-siap saja masuk penjara ....
6. MITOS : Saya dapat kelihatan berprestasi di
kantor dengan cara menyingkirkan teman-teman kantor yang kelihatan dapat
menghambat karir saya.
FAKTA : Banyak perusahaan yang menerapkan “Persaingan Sehat” di
perusahaan, namun tidak sedikit yang tidak mampu mengaplikasikan “persaingan”
tersebut dengan benar di kantor. Akibatnya, banyak karyawan yang salah
mengartikan makna “persaingan sehat”. Akibatnya, atas dasar “persaingan sehat”
dan demi terlihat berprestasi, banyak karyawan yang saling sikut-sikutan dan
saling menjatuhkan.
Di masa kini, banyak perusahaan yang
sudah tidak lagi menerapkan sistem “Persaingan Sehat”, dan menggantikannya
dengan sistem “Team Work”. Sistem ini memungkinkan para karyawan dapat bekerja
sama untuk mencapai gol perusahaan. Dengan demikian, para karyawan tidak lagi
saling bersaing – yang mana sangat merugikan kinerja perusahaan – tapi justru
saling bekerja sama. Dengan sistem “Team Work” para karyawan dapat menciptakan
suasana kerja yang lebih nyaman dan menyenangkan, sehingga menghindarkan friksi
antar karyawan yang dapat menimbulkan perpecahan dan suasana tidak menyenangkan
di kantor.
7. MITOS : Saya digaji hanya untuk bekerja
sesuai “Job-Desc”. Di luar itu, bukan tanggung jawab saya dan saya tidak mau
mengerjakannya.
FAKTA : Salah satu konsep
berpikir paling keliru yang banyak diterapkan para karyawan adalah bahwa mereka
digaji hanya untuk bekerja sesuai “Job-Desc”. Karena itu mereka enggan mengerjakan
hal di luar “Job-Desc”, apalagi kalau hal itu kemudian menjadi kewajibannya
tapi tidak tertuang di “Job-Desc”.
Cara pemikiran ini jelas keliru,
dan sangat merugikan karyawan tersebut. Pertama, dengan mengatakan bahwa dia
hanya ingin bekerja sesuai “Job-Desc”, maka secara langsung dia menegaskan
kalau tidak bersedia gajinya dinaikkan, karena “Job-Desc” bersifat tetap dan
nyaris tidak mengalami perubahan yang berarti selama bertahun-tahun.Jadi selama
“Job-Desc” tidak berubah, gaji pun tidak perlu berubah kan?
Perlu diketahui pula bahwa
“Job-Desc” (Job Description) sebenarnya hanya panduan kerja saja dan biasanya
merupakan gambaran target kerja minimal. Jadi jika karyawan hanya mau bekerja
sesua “Job Desc”, maka dia pun menegaskan hanya ingin kerja sesedikit mungkin
saja selama di perusahaan. Jadi sangat aneh jika kemudian dia menuntut
mendapatkan gaji yang tinggi, jika kontribusinya ke perusahaan hanya serendah
dan seminim “Job Desc”.
Kedua, banyak karyawan yang
tidak menyadari kalau tempat kerja adalah “kampus” yang mengajarkan banyak ilmu
gratis. Ilmu ini bisa digunakan sebagai bekal untuk meningkatkan karir kita.
Jika Anda tidak ingin karir Anda meningkat, maka silakan saja bekerja sesuai
“Job Desc”. Tapi jika punya pikiran maju, dan punya hasrat untuk membangun
kerajaan bisnis sendiri (menjadi enterpreneur),
Anda pasti akan menggunakan seluruh waktu kerja Anda untuk mempelajari
semua hal yang ada di perusahaan, entah itu sistem, alur dan prosedur, bahkan
pengetahuan teknis. Dan tentu saja dengan melakukan hal itu, Anda berarti akan
bekerja di luar “Job Desc”.
Tentu akan banyak orang yang
mencibirAnda dan mengatakan betapa “bodohnya” Anda yang mau diperbudak dan
diperalat Perusahaan dengan mengerjakan hal-hal yang bukan tanggung jawab Anda.
Jangan gentar !!! Orang seperti itu tidak punya visi sebesar Anda, karena
orang-orang seperti Anda adalah orang Bermental Pengusaha, bukan Staf
Rendahan.
8. MITOS : Karena diterima bekerja di
perusahaan ini, saya berhak menuntut fasilitas terbaik dan terbaru dari perusahaan.
FAKTA : Banyak Staf Baru yang – karena
merasa punya kemampuan dan kecerdasan akademis, serta merasa sangat dibutuhkan
perusahaan – merasa berhak mendapatkan fasilitas terbaik dari perusahaan untuk
mendukung kinerjanya. Mereka biasanya menuntut mobil baru, ATK baru, laptop
baru, bahkan rumah baru. Ada perusahaan yang menyediakan. Tapi ketika
perusahaan tidak menyediakan, dia akan mencela perusahaan sebagai “perusahaan
kere” dan pindah kerja.
9. MITOS : Jika perusahaan tidak mendengar
tuntutan saya, maka saya akan demo dan mogok kerja.
FAKTA : Di era sebelum tahun
1998, pada saat perekonomian dunia sedang dalam kondisi yang sangat baik, demo
buruh merupakan momok paling ditakuti para pengusaha, karena dapat menghambat
jadwal produksi dan rencana pengiriman produk ekspor. Karena itu, jika buruh
berdemo, para pengusaha akan selalu mengupayakan untuk menuruti tuntutan para
buruh.
Tapi sekarang kondisinya
berubah. Dengan melemahnya laju perekonomian dunia, dan makin rendahnya
pembelian produk secara global, otomatis banyak perusahaan yang kini mengalami
kesulitan finansial. Hal ini memaksa banyak perusahaan yang terpaksa mengurangi
jumlah karyawannya demi mempertahankan keberadaan perusahaan. Tapi apa jadinya
jika dalam kondisi ini, para buruh masih berdemo dan menuntut ini dan itu?
Jelas hal ini akan sangat mengganggu proses produksi karena tidak ada hasil
produksi yang bisa dijual. Tidak ada barang yang dijual, berarti tidak ada
uang. Kelanjutannya Anda sudah tahu kan?
Dalam kondisi yang sangat tidak
kondusif seperti ini, tidak menutup kemungkinan kalau Pengusaha akhirnya
memutuskan untuk menghentikan produksi. Akibatnya? Para buruh akan kehilangan
pekerjaan. Inilah yang terjadi pada beberapa perusahaan di Indonesia yang
secara tiba-tiba menutup perusahaannya, karena didemo para buruh yang menuntut
perbaikan kesejahteraan, padahal perusahaan itu sendiri sedang mengalami
keterpurukan beberapa tahun terakhir ini.
Belajar dari pengalaman ini,
Anda seharusnya tahu bahwa berdemo dan mogok kerja sudah bukan lagi solusi yang
tepat agar tuntutan didengar Pengusaha, karena kondisi perekonomian sedang terpuruk
dan banyak perusahaan yang sedang mengalami masalah finansial. Apabila Anda
terlalu ngotot menuntut, jangan kaget jika tahu-tahu perusahaan tempat Anda
bekerja tutup tiba-tiba. Jangankan gaji, pesangon dan tunjangan pun bisa-bisa
tidak Anda dapatkan.
10.
MITOS
: Setelah bekerja, saya tidak butuh belajar lagi.
FAKTA : Di masa lalu, ketika perekonomian dunia masih sangat bagus
dan kita belum mengenal istilah “Global Market”, tidak masalah jika Anda hanya berfokus
pada kerja saja.
Tapi dengan berlakunya MEA
(Masyarakat Ekonomi ASEAN) tahun 2016, persaingan kerja sudah semakin ketat.
Anda harus waspada ketika mendengar berita tentang banyaknya karyawan asing
yang direkrut dan bekerja di perusahaan Indonesia. Meski Pemerintah berusaha
melindungi para pekerja di dalam negeri, tetapi cepat atau lambat tidak akan
ada satu pun aturan Pemerintah Setempat yang bisa menghalangi para pekerja
asing untuk masuk dan bekerja di negara manapun, karena aturan MEA tersebut.
Bahkan sebentar lagi dapat dipastikan akan ada lagi Kebijakan Ekonomi Global
lain yang muncul dan Indonesia harus tunduk pada aturan tersebut (kecuali
indonesia bersedia dikucilkan dari komunitas masyarakat dunia).
Jadi, jika Anda tidak mendorong
diri sendiri untuk belajar hal dan pengetahuan baru, posisi Anda satu waktu
kelak pasti akan tergeser oleh karyawan asing yang jauh lebih kompeten,
kreatif, berpengalaman, berpengetahuan, dan
produktif daripada Anda. Ini tidak
berlaku di Posisi Top Management saja, tetapi juga semua lini Management (Low dan Middle Management) di semua perusahaan.
Comments
Post a Comment