10 Alasan Mengapa Pasangan Keluarga Masa Kini Jarang Mau Punya Anak
Tujuan Menikah adalah meneruskan keturunan. Jadi konsepnya, jika sudah menikah, diharapkan bisa cepat punya momongan atau anak, yang kelak akan menjadi penerus keluarga kita.
Apakah konsep menikah itu masih relevan untuk masyarakat masa kini?
Bagi kebanyakan masyarakat di Indonesia, konsep menikah seperti itu masih berlaku. Tapi cobalah Anda lihat di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong, Jepang, Korea, atau bahkan ke negara yang lebih jauh seperti Eropa, Australia, dan Amerika. Kebanyakan pasangan muda di negara-negara tersebut belakangan ini sudah sangat jarang yang berpikir untuk punya anak. Mereka bahkan seperti tidak terlalu perduli untuk meneruskan keturunan keluarganya.
Tidak mengherankan jika beberapa negara kini mulai kuatir dengan demografi penduduk negara mereka karena penduduk berusia lanjut jauh lebih banyak dibandingkan anak-anak, penduduk muda (remaja), dan penduduk usia produktif.
Apa sebenarnya yang menyebabkan banyak pasangan muda masa kini yang jarang ingin punya momongan? Sebuah lembaga survei online melakukan survei terhadap ribuan pasangan muda di seluruh dunia, dan mereka menemukan sedikitnya 50 alasan yang membuat pasangan muda itu tidak mau punya anak. Dan saya akan tampilkan 10 alasan terbanyak dari pasangan tersebut.
1. PUNYA ANAK BUTUH BIAYA SANGAT BANYAK
CNN pernah melansir sebuah penelitian mengenai jumlah biaya yang dibutuhkan untuk merawat bayi atau anak. Untuk kebutuhan popok, makanan, vaksinasi / imunisasi, pakaian, dan sekolah, biaya rata-rata yang dikeluarkan adalah US$ 245,000 pertahun (Rp 3,234 milyar pertahun atau Rp 269,5 juta perbulan) !! Sungguh sebuah nilai yang luar biasa "mengerikan", terutama bagi para pasangan muda yang penghasilannya pas-pasan.
Dengan pertimbangan biaya yang sedemikian besar, para pasangan muda lebih memilih menunda punya anak, dan menabung dulu. Namun kebanyakan pasangan pada akhirnya memilih untuk tidak punya anak, setelah merasa tidak mampu menabung.
2. TIDAK SUKA RUMAH BERANTAKAN
Punya anak berarti harus siap punya rumah berantakan dan kotor. Bagi kebanyakan pasangan yang suka kebersihan, barang yang tertata rapi, dan perabot rumah putih-mengkilap (sofa, gerai jendela, selimut, dan lain-lain), kehadiran seorang anak atau bayi adalah "disaster". Muntahan makanan di mana-mana. Tembok rumah yang dicorat-coret. Pakaian berserakan di mana-mana. Rumah jadi seperti kapal pecah.
Setelah lelah bekerja, ditambah lagi dengan melihat kondisi rumah yang berantakan dan kotor, tentu akan membuat siapapun bisa stres tingkat tinggi. Ini pula yang menjadi alasan, mengapa pada akhirnya pasangan muda memilih untuk tidak punya anak.
3. PUNYA ANAK BUKAN LAGI CARA MENJADI "WANITA SEUTUHNYA"
Dulu, seorang wanita dikatakan "lengkap",jika telah menikah dan punya anak. Tapi pendapat itu sudah jadul. Kebanyakan wanita masa kini jauh lebih menikmati hidup sendiri. Kalau pun pada akhirnya mereka menikah, punya anak bukanlah tujuan akhir dari pernikahan itu.
Dari berbagai sumber bacaan yang saya dapatkan, kebanyakan wanita masa kini yang menikah memilih tidak punya anak, karena ingin menikmati percakapan layaknya orang dewasa. Anak kecil membuat mereka harus berpikir layaknya anak kecil, sehingga tidak bisa berada di "level yang seharusnya" seperti orang-orang dewasa pada umumnya.
Selain itu, banyak wanita yang merasa kehadiran anak akan membuat penampilan mereka berubah. Tidak akan ada waktu lagi untuk memanjakan diri. Tidak ada lagi "Me Time". Tidak ada lagi waktu untuk "hang-out" dan "crazy Friday Night". Semuanya harus terkubur karena si kecil hadir dan selalu merengek setiap saat.
4. KAMI SIBUK !!!
Persaingan di dunia kerja makin hari makin keras. Karena itu, setiap orang dituntut untuk bekerja lebih keras dan lebih cerdas. Jadwal pekerjaan dan tugas yang sangat padat membuat pasangan muda akhirnya memutuskan untuk tidak punya anak.
Keberadaan anak akan membuat rencana kerja mereka menjadi berantakan. Mereka tidak bisa mengatur jadwal pertemuan dengan Klien karena sang anak akan selalu butuh makan setiap 2 jam sekali, atau terbangun setiap saat dari tidurnya dan minta popoknya diganti. Belum lagi kalau anaknya sakit dan harus ke dokter. Ngantri di dokternya minta ampun...!!
5. MENJADI ORANG TUA = AKAN SELALU KURANG TIDUR
Menurut majalah Ergoflex, setiap orang tua yang baru memiliki anak, rata-rata akan kehilangan 1,500 jam waktu tidur dalam 12 bulan pertama kehadiran sang buah hati. Tentu hal ini sangat berat, terutama bagi para pasangan muda yang karirnya sedang sangat gemilang di kantor.
Kurang tidur akan membuat mereka kurang fokus dalam bekerja, yang bisa berdampak sangat buruk bagi performansi mereka di tempat kerja.
6. SAYA BUTUH WAKTU MENYENDIRI
Sebagian orang butuh waktu untuk menyendiri. Ada yang menggunakannya untuk refreshing (baca buku, mendengar musik, berdiam diri, dan merenung). Ada yang untuk introspeksi diri. Ada juga yang hanya ingin sendiri saja di dalam kamar, dan tidak melakukan apapun sepanjang hari.
Tapi ketika punya anak, waktu menyendiri itu sudah tidak ada lagi. Setiap saat pasangan muda akan "diganggu" dengan suara tangisan dan rengekan si kecil yang menjengkelkan. Belum lagi kalau mereka sudah mulai bisa berlari-lari dan berbicara, pasti akan selalu mengajak kita pergi bermain ke mana pun yang mereka maui.
7. ANAK AKAN MENGUBAH HUBUNGAN SUAMI-ISTRI
Ketika masih berdua, pasangan muda bisa menjalin kemesraan, pergi berdua, tanpa diganggu siapapun. Mereka bisa melakukan hubungan intim kapanpun mereka mau. Mereka pun bisa saling bertoleransi untuk banyak hal.
Kehadiran si kecil akan mengubah segalanya. Untuk melakukan hubungan suami-istri, mereka harus memastikan anaknya tidur. Seringnya setelah si kecil tidur, mereka pun ikut tertidur karena kelelahan. Belum lagi ketika sang anak rewel, suami-istri sering kali berdebat untuk menentukan "giliran siapa" yang mengganti popok atau menidurkan si buah hati. Perdebatan inilah yang pada akhirnya diduga menjadi awal dari keretakan hubungan suami-istri. Daripada berdebat untuk hal seperti itu (yang membuat kemesraan mereka berakhir), banyak pasangan muda akhirnya memutuskan untuk tidak punya anak.
8. SAYA BUKAN TIPE ORANG SABAR
Di usia yang masih muda, kebanyakan orang muda adalah orang-orang yang tidak sabaran, pemarah, dan sangat emosional. Untuk bisa menyatukan 2 hati dalam ikatan pernikahan saja sudah tidak mudah, apalagi ditambah anak-anak.
Menurut banyak pasangan muda, punya anak berarti harus punya Kesabaran Tingkat Dewa. Anak-anak akan mencobai orang tuanya setiap hari dengan berbagai tingkah laku absurb mereka, yang seringkali sulit dipahami siapapun (bahkan mungkin anak itu sendiri). Mereka bisa tiba-tiba marah, menangis, menjerit, histeris, bahkan melakukan hal-hal yang membahayakan diri mereka sendiri. Semua mereka lakukan seolah-olah merupakan "tantangan terbuka" kepada orang tuanya untuk bisa menghadapi mereka setiap hari dengan kesabaran yang para orang tua miliki.
Seringkali, karena hal itu, banyak pasangan muda memutuskan untuk tidak mau punya anak, karena emosi mereka sendiri masih labil. Belum tentu bisa menahan diri untuk menghadapi "tantangan terbuka" anak-anak mereka. Jadi daripada lepas kontrol sehingga menganiaya anak sendiri, mending tidak punya anak sama sekali.
9. MASIH BANYAK HUTANG
Menikah tidak berarti "happily ever after", dan seringkali merupakan "the beginning of something". Salah satunya adalah hutang. Setelah menikah, hal pertama yang harus dibereskan adalah hutang : Hutang biaya pernikahan, hutang bulan madu, hutang cicilan kendaraan, dan hutang cicilan rumah / apartemen (kadang juga hutang uang kuliah).
Dengan gaji yang sangat pas-pasan, seringkali gaji yang didapat hanya cukup untuk melunasi hutang dan biaya hidup sehari-hari. Karena pertimbangan itu, banyak pasangan muda yang menunda punya anak dulu di awal-awal pernikahan mereka. Namun ada pula - yang karena sudah terlalu enak berduaan dalam waktu yang cukup lama - memutuskan untuk tidak punya anak, meski hutang-hutangnya sudah lunas.
10. MASA KECIL YANG BERAT
Tidak sedikit orang yang trauma dengan masa kecilnya : Punya orang tua yang mendidik dengan keras, kejam, dan tidak jarang menggunakan kekerasan. Atau pernah mengalami pelecehan seksual yang dilakukan keluarga atau orang dekat keluarga. Masa kecil yang berat itu pada akhirnya membuat seseorang trauma dan tidak mau punya anak.
Masa kecil yang berat pun sering membuat sebagian orang memiliki sikap apatis, tidak suka terhadap anak-anak, dan tidak punya hasrat untuk menjadi orang tua. Jadi jangan heran kalau ada pasangan suami-istri yang sepakat untuk tidak punya anak, meski finansial mereka cukup baik.
Apakah konsep menikah itu masih relevan untuk masyarakat masa kini?
Bagi kebanyakan masyarakat di Indonesia, konsep menikah seperti itu masih berlaku. Tapi cobalah Anda lihat di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong, Jepang, Korea, atau bahkan ke negara yang lebih jauh seperti Eropa, Australia, dan Amerika. Kebanyakan pasangan muda di negara-negara tersebut belakangan ini sudah sangat jarang yang berpikir untuk punya anak. Mereka bahkan seperti tidak terlalu perduli untuk meneruskan keturunan keluarganya.
Tidak mengherankan jika beberapa negara kini mulai kuatir dengan demografi penduduk negara mereka karena penduduk berusia lanjut jauh lebih banyak dibandingkan anak-anak, penduduk muda (remaja), dan penduduk usia produktif.
Apa sebenarnya yang menyebabkan banyak pasangan muda masa kini yang jarang ingin punya momongan? Sebuah lembaga survei online melakukan survei terhadap ribuan pasangan muda di seluruh dunia, dan mereka menemukan sedikitnya 50 alasan yang membuat pasangan muda itu tidak mau punya anak. Dan saya akan tampilkan 10 alasan terbanyak dari pasangan tersebut.
1. PUNYA ANAK BUTUH BIAYA SANGAT BANYAK
CNN pernah melansir sebuah penelitian mengenai jumlah biaya yang dibutuhkan untuk merawat bayi atau anak. Untuk kebutuhan popok, makanan, vaksinasi / imunisasi, pakaian, dan sekolah, biaya rata-rata yang dikeluarkan adalah US$ 245,000 pertahun (Rp 3,234 milyar pertahun atau Rp 269,5 juta perbulan) !! Sungguh sebuah nilai yang luar biasa "mengerikan", terutama bagi para pasangan muda yang penghasilannya pas-pasan.
Dengan pertimbangan biaya yang sedemikian besar, para pasangan muda lebih memilih menunda punya anak, dan menabung dulu. Namun kebanyakan pasangan pada akhirnya memilih untuk tidak punya anak, setelah merasa tidak mampu menabung.
2. TIDAK SUKA RUMAH BERANTAKAN
Punya anak berarti harus siap punya rumah berantakan dan kotor. Bagi kebanyakan pasangan yang suka kebersihan, barang yang tertata rapi, dan perabot rumah putih-mengkilap (sofa, gerai jendela, selimut, dan lain-lain), kehadiran seorang anak atau bayi adalah "disaster". Muntahan makanan di mana-mana. Tembok rumah yang dicorat-coret. Pakaian berserakan di mana-mana. Rumah jadi seperti kapal pecah.
Setelah lelah bekerja, ditambah lagi dengan melihat kondisi rumah yang berantakan dan kotor, tentu akan membuat siapapun bisa stres tingkat tinggi. Ini pula yang menjadi alasan, mengapa pada akhirnya pasangan muda memilih untuk tidak punya anak.
3. PUNYA ANAK BUKAN LAGI CARA MENJADI "WANITA SEUTUHNYA"
Dulu, seorang wanita dikatakan "lengkap",jika telah menikah dan punya anak. Tapi pendapat itu sudah jadul. Kebanyakan wanita masa kini jauh lebih menikmati hidup sendiri. Kalau pun pada akhirnya mereka menikah, punya anak bukanlah tujuan akhir dari pernikahan itu.
Dari berbagai sumber bacaan yang saya dapatkan, kebanyakan wanita masa kini yang menikah memilih tidak punya anak, karena ingin menikmati percakapan layaknya orang dewasa. Anak kecil membuat mereka harus berpikir layaknya anak kecil, sehingga tidak bisa berada di "level yang seharusnya" seperti orang-orang dewasa pada umumnya.
Selain itu, banyak wanita yang merasa kehadiran anak akan membuat penampilan mereka berubah. Tidak akan ada waktu lagi untuk memanjakan diri. Tidak ada lagi "Me Time". Tidak ada lagi waktu untuk "hang-out" dan "crazy Friday Night". Semuanya harus terkubur karena si kecil hadir dan selalu merengek setiap saat.
4. KAMI SIBUK !!!
Persaingan di dunia kerja makin hari makin keras. Karena itu, setiap orang dituntut untuk bekerja lebih keras dan lebih cerdas. Jadwal pekerjaan dan tugas yang sangat padat membuat pasangan muda akhirnya memutuskan untuk tidak punya anak.
Keberadaan anak akan membuat rencana kerja mereka menjadi berantakan. Mereka tidak bisa mengatur jadwal pertemuan dengan Klien karena sang anak akan selalu butuh makan setiap 2 jam sekali, atau terbangun setiap saat dari tidurnya dan minta popoknya diganti. Belum lagi kalau anaknya sakit dan harus ke dokter. Ngantri di dokternya minta ampun...!!
5. MENJADI ORANG TUA = AKAN SELALU KURANG TIDUR
Menurut majalah Ergoflex, setiap orang tua yang baru memiliki anak, rata-rata akan kehilangan 1,500 jam waktu tidur dalam 12 bulan pertama kehadiran sang buah hati. Tentu hal ini sangat berat, terutama bagi para pasangan muda yang karirnya sedang sangat gemilang di kantor.
Kurang tidur akan membuat mereka kurang fokus dalam bekerja, yang bisa berdampak sangat buruk bagi performansi mereka di tempat kerja.
6. SAYA BUTUH WAKTU MENYENDIRI
Sebagian orang butuh waktu untuk menyendiri. Ada yang menggunakannya untuk refreshing (baca buku, mendengar musik, berdiam diri, dan merenung). Ada yang untuk introspeksi diri. Ada juga yang hanya ingin sendiri saja di dalam kamar, dan tidak melakukan apapun sepanjang hari.
Tapi ketika punya anak, waktu menyendiri itu sudah tidak ada lagi. Setiap saat pasangan muda akan "diganggu" dengan suara tangisan dan rengekan si kecil yang menjengkelkan. Belum lagi kalau mereka sudah mulai bisa berlari-lari dan berbicara, pasti akan selalu mengajak kita pergi bermain ke mana pun yang mereka maui.
7. ANAK AKAN MENGUBAH HUBUNGAN SUAMI-ISTRI
Ketika masih berdua, pasangan muda bisa menjalin kemesraan, pergi berdua, tanpa diganggu siapapun. Mereka bisa melakukan hubungan intim kapanpun mereka mau. Mereka pun bisa saling bertoleransi untuk banyak hal.
Kehadiran si kecil akan mengubah segalanya. Untuk melakukan hubungan suami-istri, mereka harus memastikan anaknya tidur. Seringnya setelah si kecil tidur, mereka pun ikut tertidur karena kelelahan. Belum lagi ketika sang anak rewel, suami-istri sering kali berdebat untuk menentukan "giliran siapa" yang mengganti popok atau menidurkan si buah hati. Perdebatan inilah yang pada akhirnya diduga menjadi awal dari keretakan hubungan suami-istri. Daripada berdebat untuk hal seperti itu (yang membuat kemesraan mereka berakhir), banyak pasangan muda akhirnya memutuskan untuk tidak punya anak.
8. SAYA BUKAN TIPE ORANG SABAR
Di usia yang masih muda, kebanyakan orang muda adalah orang-orang yang tidak sabaran, pemarah, dan sangat emosional. Untuk bisa menyatukan 2 hati dalam ikatan pernikahan saja sudah tidak mudah, apalagi ditambah anak-anak.
Menurut banyak pasangan muda, punya anak berarti harus punya Kesabaran Tingkat Dewa. Anak-anak akan mencobai orang tuanya setiap hari dengan berbagai tingkah laku absurb mereka, yang seringkali sulit dipahami siapapun (bahkan mungkin anak itu sendiri). Mereka bisa tiba-tiba marah, menangis, menjerit, histeris, bahkan melakukan hal-hal yang membahayakan diri mereka sendiri. Semua mereka lakukan seolah-olah merupakan "tantangan terbuka" kepada orang tuanya untuk bisa menghadapi mereka setiap hari dengan kesabaran yang para orang tua miliki.
Seringkali, karena hal itu, banyak pasangan muda memutuskan untuk tidak mau punya anak, karena emosi mereka sendiri masih labil. Belum tentu bisa menahan diri untuk menghadapi "tantangan terbuka" anak-anak mereka. Jadi daripada lepas kontrol sehingga menganiaya anak sendiri, mending tidak punya anak sama sekali.
9. MASIH BANYAK HUTANG
Menikah tidak berarti "happily ever after", dan seringkali merupakan "the beginning of something". Salah satunya adalah hutang. Setelah menikah, hal pertama yang harus dibereskan adalah hutang : Hutang biaya pernikahan, hutang bulan madu, hutang cicilan kendaraan, dan hutang cicilan rumah / apartemen (kadang juga hutang uang kuliah).
Dengan gaji yang sangat pas-pasan, seringkali gaji yang didapat hanya cukup untuk melunasi hutang dan biaya hidup sehari-hari. Karena pertimbangan itu, banyak pasangan muda yang menunda punya anak dulu di awal-awal pernikahan mereka. Namun ada pula - yang karena sudah terlalu enak berduaan dalam waktu yang cukup lama - memutuskan untuk tidak punya anak, meski hutang-hutangnya sudah lunas.
10. MASA KECIL YANG BERAT
Tidak sedikit orang yang trauma dengan masa kecilnya : Punya orang tua yang mendidik dengan keras, kejam, dan tidak jarang menggunakan kekerasan. Atau pernah mengalami pelecehan seksual yang dilakukan keluarga atau orang dekat keluarga. Masa kecil yang berat itu pada akhirnya membuat seseorang trauma dan tidak mau punya anak.
Masa kecil yang berat pun sering membuat sebagian orang memiliki sikap apatis, tidak suka terhadap anak-anak, dan tidak punya hasrat untuk menjadi orang tua. Jadi jangan heran kalau ada pasangan suami-istri yang sepakat untuk tidak punya anak, meski finansial mereka cukup baik.
Comments
Post a Comment